Pemutusan hubungan kerja menjadi keresahan bagi karyawan dan berpotensi terjadinya sengketa di bidang ketenagakerjaan. Penyebabnya cukup beragam bisa karena penutupan bisnis kepailitan pekerja yang mangkir atau karyawan pensiun.
Fakta di lapangan membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja sering disebabkan karena karyawan melakukan kesalahan berat. Dengan latar belakang seperti itu perusahaan sering melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa surat peringatan. Terdapat banyak kasus terkait PHK, salah satunya PHK tanpa surat peringatan. Berikut ini penjelasan terkait hal tersebut. Yuk simak!!!
Bolehkah Mengeluarkan SP 3 Tanpa Didahului SP 1 Dan SP 2?
Dikutip dari Kumparan.com, surat peringatan (SP) merupakan surat yang diberikan kepada karyawan jika melakukan kesalahan. Acuan dari pemberian SP adalah PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang berbuyi:
“a. SP ke-1 berlaku untuk jangka waktu 6 bulan.
b. Jika pekerja kembali melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan (“PP”), atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) masih dalam tenggang waktu 6 bulan, maka pengusaha dapat menerbitkan SP ke-2 yang juga berlaku untuk jangka waktu 6 bulan sejak diterbitkannya SP ke-2.
c. Jika pekerja masih melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB, pengusaha dapat menerbitkan SP ke-3 (terakhir) yang berlaku selama 6 bulan sejak diterbitkannya SP ke-3.
d. Jika dalam kurun waktu SP ke-3 pekerja kembali melakukan pelanggaran, pengusaha dapat melakukan PHK.”
Dengan demikian, sebelum memutuskan untuk melakukan PHK, perusahaan harus mengeluarkan SP pertama, kedua, dan ketiga secara berurutan kepada karyawan. Jika dalam jangka waktu antara SP pertama dan SP terakhir tersebut terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan, maka perusahaan berhak untuk melakukan PHK. Dalam kata lain, PHK dapat dilakukan oleh perusahaan dengan hanya mengeluarkan SP pertama dan terakhir.
Ketentuan Surat Peringatan (SP) Menurut Undang-Undang
Pemberian SP terkandung dalam Pasal 81 angka 42 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi:
“Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:
pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”
Oleh karena itu, sebelum melaksanakan tindakan PHK, perusahaan seharusnya mengeluarkan SP pertama, kedua, dan ketiga kepada karyawan tersebut secara berurutan, sesuai dengan pertauran tersebut.
Baca juga: Siapa yang berhak membuat surat peringatan kerja
Apakah Perusahaan Boleh Memberhentikan Karyawan Secara Sepihak?
Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan secara sepihak tanpa alasan yang sah dan tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Perusahaan harus mengikuti prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan perusahaan dalam melakukan PHK. Hal ini termasuk memberikan pemberitahuan tertulis kepada karyawan, memberikan waktu yang cukup untuk karyawan mempersiapkan diri, serta membayar hak-hak karyawan sesuai dengan hukum.
Jika karyawan merasa bahwa pemutusan hubungan kerja tersebut tidak sah atau tidak sesuai dengan prosedur yang benar, mereka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Baca juga: Contoh surat peringatan Untuk Karyawan
Apa Saja Hak Yang Didapat Oleh Karyawan Yang Di PHK Dari Perusahaan?
1. Pesangon
Karyawan yang di-PHK berhak menerima pesangon sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Besaran pesangon tergantung pada masa kerja karyawan dan alasan PHK. Biasanya, pesangon diberikan dalam bentuk uang tunai dan harus dibayar oleh perusahaan kepada karyawan.
2. Upah dan Tunjangan Belum Diterima
Karyawan berhak menerima upah dan tunjangan yang belum diterima hingga saat pemutusan hubungan kerja. Ini mencakup gaji bulan terakhir dan tunjangan lainnya yang masih belum dibayarkan.
3. Cuti Tahunan Belum Tergunakan
Jika karyawan memiliki sisa cuti tahunan yang belum digunakan, perusahaan harus membayar kompensasi untuk cuti tersebut kepada karyawan.
4. Surat Keterangan Kerja (SKK)
Perusahaan wajib memberikan Surat Keterangan Kerja (SKK) kepada karyawan yang di-PHK. SKK berisi informasi mengenai masa kerja, jabatan terakhir, dan alasan PHK, yang biasanya digunakan oleh karyawan dalam mencari pekerjaan baru.
5. Jaminan Sosial
Karyawan yang di-PHK memiliki hak untuk menerima dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari program BPJS Ketenagakerjaan. Ini adalah bentuk perlindungan sosial yang memberikan bantuan finansial kepada karyawan yang kehilangan pekerjaan.
6. Penyelesaian Hak-hak Lainnya
Selain hak-hak di atas, karyawan yang di-PHK juga berhak untuk mendapatkan hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama yang berlaku di perusahaan mereka.
Reference:
https://peraturan.bpk.go.id/Details/161904/pp-no-35-tahun-2021
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/resume/resume_perkara_2245
Cek Lowongan Kerja Paling Sesuai Untuk Anda di Pintarnya
Seluruh informasi yang ada pada artikel ini dibuat semata-mata untuk memberikan pengetahuan yang bersifat umum. Dapatkan berbagai informasi terkait melamar pekerjaan agar lamaran kerja Anda sukses diterima perusahaan.
Temukan lowongan kerja yang paling sesuai dengan pengalaman dan skill yang Anda miliki di Pintarnya. Download pintarnya melalui link ini, dan temukan puluhan ribu perusahaan terverifikasi pasang loker gratis tanpa batas di Pintarnya.